Nenek Halimah Segera Eksekusi Tanah se Banyuwangi
Masih ingat dengan Hj Halimah, seorang nenek yang mengaku memiliki bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat atau Eigendom Verponding, atas nama almarhum Wanatirta bin Nuryasentana.
Kali ini nenek Halimah akan segera melakukan eksekusi terhadap seluruh tanah diwilayah Kabupaten Banyuwangi. Khususnya tanah dibawah pengelolaan pengusaha atas dasar sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) atau yang tertera dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Banyuwangi, No 188/108/KEP/429.011/2019, tertanggal 12 April 2019. Termasuk tanah dibawah naungan Perhutani, baik Banyuwangi Barat, Selatan dan Utara.
Rencana ini tercetus dalam musyawarah yang digelar tim kuasa, di Kantor Forum Suara Blambangan (Forsuba), di Dusun Krajan, Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono, Rabu (24/6/2020).
“Sejumlah prosedur sudah kami lakukan, termasuk mendaftarkan tanah milik Hj Halimah di Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) pusat dan Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Ketua Forsuba, H Abdillah Rafsanjani, selaku salah satu kuasa Hj Halimah.
Seperti diketahui, nenek Halimah adalah keturunan bangsawan asal Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Oleh almarhum orang tuanya, Wanatirta bin Nuryasentana, dia diberi warisan tanah. Dengan sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat atau Eigendom Verponding.
Meliputi Eigendom Verponding Nomor 1331, seluas 307.577 hektar. Terletak di wilayah Ketapang, Giri, Banyuwangi. Diperkirakan bentangan tanah meliputi Kecamatan Licin, Wongsorejo hingga Baluran, Situbondo.
Eigendom Verponding Nomor 1380 seluas 512.935 hektar, terletak di wilayah Kembiritan, Genteng, Banyuwangi. Disinyalir bentangan tanah mulai Kecamatan Tegaldlimo, Pesanggaran, Glenmore sampai Kalibaru.
Kemudian, Eigendom Verponding Nomor 407 dan 1142 seluas 32.303 hektar, terletak di wilayah Lateng, Klatak, Banyuwangi. Diprediksi bentangan tanah mulai Kelurahan Lateng hingga sepanjang pesisir utara Ketapang. Serta Eigendom Verponding Nomor 1147, 1148 dan 1149, seluas 46.000 hektar, terletak di wilayah Kota Giri Banyuwangi.
Dalam berkas tahun 1930 itu, luas tanah hak waris nenek Halimah, keseluruhan mencapai 898.815 hektar. Sementara Kabupaten Banyuwangi sendiri, luasnya hanya 578.200 hektar.
Dan seluruh hak tanah berupa Tanah Bekas Hak Barat atas nama Wanatirta tersebut telah ditetapkan sebagai hak waris oleh Pengadilan Agama Cilacap. Dengan putusan No.0056/ Pdt.P/ 2019/PA.Clp, tertanggal 05 Mei 2019. Lebih mencengangkan, Eigendom Verponding milik nenek Halimah ini disebut juga tercatat dilembaran negara di Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta.
Terkait lembaran negara, lanjut Abdillah, dibuktikan dengan adanya Surat Pemberitahuan dari Kantor BaLai Harta Peninggalan, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Wilayah DKI Jakarta, Nomor :15/BHP/10/2000 tanggal 20 Oktober 2000.
“Disitu (Dalam surat Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta), ditegaskan bahwa Hj Halimah, selaku ahli waris berhak bertindak tegas, bijaksana, loyal dan adil kepada pihak yang menguasai tanah Eigendom Verponding tersebut seseuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang larangan Pemakaian Tanpa Izin yang berhak atau Kuasanya,” ucap Abdillah.
Abdillah juga menyampaikan bahwa sesuai surat Kantor Balai Harta Jakarta, para pihak yang kini menguasai tanah Eigendom Verponding, hanya memiliki surat HGB, HGU dan HPL atau tidak punya Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Dalam surat, Balai Harta Peninggalan Jakarta juga mengintruksikan kepada instansi terkait maupun masyarakat yang merasa menempati tanah Eigendom Verponding, agar supaya menghubungi keluarga besar ahli waris,” cetusnya.
Abdillah menjelaskan, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa hak Eigendom atas tanah pada mulai berlakunya UU ini menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
Dan sesuai data base Kabupaten Banyuwangi, luas tanah wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi, saat ini kurang lebih hanya 5.782 kilometer persegi atau sekitar 578. 200 hektar. Secara factual telah dikuasai oleh pemerintah pusat untuk kegiatan Perhutani dan lain-lain. Pemerintah Daerah untuk kantor pemerintahan, pasar serta kegiatan sosial lainnya. Masyarakat dengan bukti surat HGU, HGB, Hak Pakai dan ada juga yang dikuasai oleh warga masyarakat dengan dalih menyewa dari oknum. Serta masyarakat dengan bukti letter C, Surat Akta jual beli dan SHM.
Dan berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, ada beberapa jenis tanah yang tidak bisa dieksekusi oleh nenek Halimah. Diantaranya tanah yang telah didaftar dibuku Krawangan Desa, atau sesuai amanat PP No 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
“Tanah yang dikuasai penduduk dengan bukti surat letter C, Surat Akta jual beli dan Sertfikat hak Milik serta tanah yang dikuasai, digarap dan atau ditempati,” cetus Abdillah yang juga sesepuh GP Ansor Banyuwangi ini.
“Sedang dalam proses eksekusi tanah, kita sudah mengirimkan surat permohonan kepada Kepala BON Pusat dan Menteri LHK, pada 20 Februari 2020 lalu. Permohoanan tersebut sudah lebih 10 hari belum mendapat jawaban tertulis, berdasar Pasal 53 ayat (3) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka permohonan tersebut dianggap telah dikabulkan secara hukum,” tegas Abdillah.
Sebagai tindak lanjut proses eksekusi tanah warisan, rencananya nenek Halimah beserta tim kuasa akan melakukan sosialisasi dan silaturahmi kepada seluruh instansi terkait.
Kali ini nenek Halimah akan segera melakukan eksekusi terhadap seluruh tanah diwilayah Kabupaten Banyuwangi. Khususnya tanah dibawah pengelolaan pengusaha atas dasar sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) atau yang tertera dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Banyuwangi, No 188/108/KEP/429.011/2019, tertanggal 12 April 2019. Termasuk tanah dibawah naungan Perhutani, baik Banyuwangi Barat, Selatan dan Utara.
Rencana ini tercetus dalam musyawarah yang digelar tim kuasa, di Kantor Forum Suara Blambangan (Forsuba), di Dusun Krajan, Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono, Rabu (24/6/2020).
“Sejumlah prosedur sudah kami lakukan, termasuk mendaftarkan tanah milik Hj Halimah di Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) pusat dan Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Ketua Forsuba, H Abdillah Rafsanjani, selaku salah satu kuasa Hj Halimah.
Seperti diketahui, nenek Halimah adalah keturunan bangsawan asal Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Oleh almarhum orang tuanya, Wanatirta bin Nuryasentana, dia diberi warisan tanah. Dengan sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat atau Eigendom Verponding.
Meliputi Eigendom Verponding Nomor 1331, seluas 307.577 hektar. Terletak di wilayah Ketapang, Giri, Banyuwangi. Diperkirakan bentangan tanah meliputi Kecamatan Licin, Wongsorejo hingga Baluran, Situbondo.
Eigendom Verponding Nomor 1380 seluas 512.935 hektar, terletak di wilayah Kembiritan, Genteng, Banyuwangi. Disinyalir bentangan tanah mulai Kecamatan Tegaldlimo, Pesanggaran, Glenmore sampai Kalibaru.
Kemudian, Eigendom Verponding Nomor 407 dan 1142 seluas 32.303 hektar, terletak di wilayah Lateng, Klatak, Banyuwangi. Diprediksi bentangan tanah mulai Kelurahan Lateng hingga sepanjang pesisir utara Ketapang. Serta Eigendom Verponding Nomor 1147, 1148 dan 1149, seluas 46.000 hektar, terletak di wilayah Kota Giri Banyuwangi.
Dalam berkas tahun 1930 itu, luas tanah hak waris nenek Halimah, keseluruhan mencapai 898.815 hektar. Sementara Kabupaten Banyuwangi sendiri, luasnya hanya 578.200 hektar.
Dan seluruh hak tanah berupa Tanah Bekas Hak Barat atas nama Wanatirta tersebut telah ditetapkan sebagai hak waris oleh Pengadilan Agama Cilacap. Dengan putusan No.0056/ Pdt.P/ 2019/PA.Clp, tertanggal 05 Mei 2019. Lebih mencengangkan, Eigendom Verponding milik nenek Halimah ini disebut juga tercatat dilembaran negara di Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta.
Terkait lembaran negara, lanjut Abdillah, dibuktikan dengan adanya Surat Pemberitahuan dari Kantor BaLai Harta Peninggalan, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Wilayah DKI Jakarta, Nomor :15/BHP/10/2000 tanggal 20 Oktober 2000.
“Disitu (Dalam surat Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta), ditegaskan bahwa Hj Halimah, selaku ahli waris berhak bertindak tegas, bijaksana, loyal dan adil kepada pihak yang menguasai tanah Eigendom Verponding tersebut seseuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang larangan Pemakaian Tanpa Izin yang berhak atau Kuasanya,” ucap Abdillah.
Abdillah juga menyampaikan bahwa sesuai surat Kantor Balai Harta Jakarta, para pihak yang kini menguasai tanah Eigendom Verponding, hanya memiliki surat HGB, HGU dan HPL atau tidak punya Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Dalam surat, Balai Harta Peninggalan Jakarta juga mengintruksikan kepada instansi terkait maupun masyarakat yang merasa menempati tanah Eigendom Verponding, agar supaya menghubungi keluarga besar ahli waris,” cetusnya.
Abdillah menjelaskan, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa hak Eigendom atas tanah pada mulai berlakunya UU ini menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
Dan sesuai data base Kabupaten Banyuwangi, luas tanah wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi, saat ini kurang lebih hanya 5.782 kilometer persegi atau sekitar 578. 200 hektar. Secara factual telah dikuasai oleh pemerintah pusat untuk kegiatan Perhutani dan lain-lain. Pemerintah Daerah untuk kantor pemerintahan, pasar serta kegiatan sosial lainnya. Masyarakat dengan bukti surat HGU, HGB, Hak Pakai dan ada juga yang dikuasai oleh warga masyarakat dengan dalih menyewa dari oknum. Serta masyarakat dengan bukti letter C, Surat Akta jual beli dan SHM.
Dan berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, ada beberapa jenis tanah yang tidak bisa dieksekusi oleh nenek Halimah. Diantaranya tanah yang telah didaftar dibuku Krawangan Desa, atau sesuai amanat PP No 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
“Tanah yang dikuasai penduduk dengan bukti surat letter C, Surat Akta jual beli dan Sertfikat hak Milik serta tanah yang dikuasai, digarap dan atau ditempati,” cetus Abdillah yang juga sesepuh GP Ansor Banyuwangi ini.
“Sedang dalam proses eksekusi tanah, kita sudah mengirimkan surat permohonan kepada Kepala BON Pusat dan Menteri LHK, pada 20 Februari 2020 lalu. Permohoanan tersebut sudah lebih 10 hari belum mendapat jawaban tertulis, berdasar Pasal 53 ayat (3) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka permohonan tersebut dianggap telah dikabulkan secara hukum,” tegas Abdillah.
Sebagai tindak lanjut proses eksekusi tanah warisan, rencananya nenek Halimah beserta tim kuasa akan melakukan sosialisasi dan silaturahmi kepada seluruh instansi terkait.
0 Response to "Nenek Halimah Segera Eksekusi Tanah se Banyuwangi"
Posting Komentar